Melayang di Matantimali

Ingin merasakan terbang bebas seperti burung? Andai tertarik, bisa dengan mencoba kegiatan paralayang. Paralayang termasuk dalam salah satu kategori olahraga extreme dilihat dari resikonya, tapi jika dilakukan dengan sesuai dengan prosedur, olahraga ini relatif aman.

Kegiatan paralayang bisa dilakukan pada daerah yang memiliki dataran tinggi atau pegunungan. Matantimali adalah nama sebuah desa yang menjadi pusat kegiatan Paralayang di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

“Sebenarnya, Desa Matantimali letaknya lebih tinggi lagi, sekitar 1.000 meter (dari permukaan laut), sedangkan ini adalah Desa Wayu, yang tingginya 800 meter (dari permukaan laut)”, ujar Ihme, seorang pilot paralayang.

Pemandangan Kota Palu dari Matantimali, ciamik banget!
Pemandangan Kota Palu dari Matantimali, ciamik banget!

Namun, masyarakat Palu lebih mengenal tempat ini sebagai Matantimali daripada Wayu. Perjalanan ke Matantimali tidak jauh dari pusat Kota Palu, bisa ditempuh hanya dengan 40-50 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor.

Saat memasuki kawasan pegunungan, jalan menjadi sempit dan bergerak menanjak terjal, jalan ini hanya muat untuk 1 mobil, jika ada 2 mobil yang berlawanan, salah satu perlu mengalah dan menepi hingga keluar dari aspal yang berbatasan langsung dengan jurang. Ngeri? Iya.

Udara semakin sejuk, beberapa kali saya terpana dengan pemandangan yang kami lewati., lembah yang hijau, kemudian terlihat Kota Palu di kejauhan dan juga teluknya.

Tidak lama bermanuver dengan mobil melalui jalan yang sempit, penanda jalan yang menunjukkan lokasi Dirgantara Paralayang di Matantimali pun terlihat. Masih sekitar 400 meter lagi hingga sampai di base untuk take off. Landasan take off terdiri dari sebuah lahan cukup datar dilapisi conblock dengan bendera untuk penunjuk angin ada di depan base untuk take off.

Angin saat itu berhembus cukup kencang, agak mengkhawatirkan jika melakukan terbang tandem pada jam 1 siang. Alhasil, penerbangan saya pun ditunda, keselamatan yang utama, bro.

Beberapa waktu lalu ada kejadian pilot yang membawa tandem saat akan landing terseret angin, sehingga mendarat di pohon kemiri., saat itu tandemnya adalah reporter Trans7. Bukan karena pilotnya kurang ahli, tapi karena angin yang mendorong paralayang, sehingga kesulitan untuk landing.

Tidak sulit untuk memberi predikat Matantimali sebagai salah satu tempat paralayang terbaik di Indonesia. Dari Matantimali, terlihat 5 elemen keindahan yang ada di Kota Palu; gunung yang mengelilingi kota, pantai yang membatasi dengan lautan, lembah hijau yang membentang luas, sungai yang membelah kota, dan kotanya sendiri.

IMG_1145

Selain itu, kegiatan paralayang di Matantimali bisa dilakukan sepanjang tahun, berbeda dengan lokasi paralayang lainnya di Indonesia yang harus menunggu waktu tertentu untuk bisa terbang. Namun, waktu yang paling ideal untuk terbang di Matantimali adalah pagi hari, mulai pukul 9 pagi hingga 11 pagi.

 Saya kembali ke Matantimali 2 hari setelahnya, sebelumnya penerbangan saya ditunda akibat angin yang kencang, sehingga pilot tidak berani untuk melakukan tandem. Tidak sulit untuk melakukan tandem paralayang, yang perlu diperhatikan hanyalah ikuti apapun yang diperintahkan oleh pilot paralayang. You jump, I jump, alahh Titanic banget.

Sebelum terbang, payung dikembangkan terlebih dahulu.
Sebelum terbang, payung dikembangkan terlebih dahulu.

Pilot pun mengembangkan payung, lalu menyuruh saya berlari kencang hingga ke tepian tebing, tak lama wooossshhh saya pun sudah berada di udara terhembus angin. Saya terbang semakin ke atas, lalu bermanuver 180 derajat, semakin naik dan berputar-putar di udara.

Terbang tinggiiii...
Terbang tinggiiii…

Terlihat mudah sekali melihat paralayang terbang jika dilihat dari daratan, nyatanya menghabiskan waktu lama di udara, terutama bagi yang baru pertama kali merasakan terbang dengan paralayang, akan terasa pusing. Sehingga, tidak disarankan untuk berlama-lama di udara.

Makk, aye terbang makk..
Makk, aye terbang makk..

“Biasanya 15 menit untuk yang baru perdana terbang, lebih dari waktu itu akan pusing dan mual”, jelas Imhe, pilot paralayang yang melakukan terbang tandem dengan saya. Imhe sudah melihat gelagat saya yang mulai pusing, sehingga ia mulai menurunkan paralayangnya ke tempat landing, yaitu sebuah lapangan bola.

Lapangan sepakbola sebagai tempat landing.
Lapangan sepakbola sebagai tempat landing.

Peralatan paralayang tidak bisa dibilang murah, untuk payungnya atau parasutnya seharga 30 – 40 juta. Harness yang mengaitkan tali ke badan berharga sekitar 10 juta. Belum lagi untuk mengambil lisensi dari FASI (Federasi Aero Sport Indonesia), diperlukan uang yang tidak sedikit. Berminat?

Maleo Paralayang adalah klub paralayang di Kota Palu, jika ingin berparalayang di Kota Palu bisa menghubungi Imhe (085396861027), salah satu anggota Maleo Paralayang. Dengan membayar sebesar Rp.250.000 per orang, sudah bisa terbang antara 15 sampai 30 menit dan melihat keindahan Kota Palu dari udara. Dijamin, nggak akan nyesel deh berparalayang di Palu.

Adios!

2 thoughts on “Melayang di Matantimali

  1. Iana

    Hi! We’d love to visit Mount Matantimali!
    Pikooy, can you tell us little technical information:
    – The transportation: what kind of transport you used to climb it: by car (rent? where?), motobike, or maybe on foot? Did you use guide (any contacts?)?
    – Product store: are there any mini-shops on the peak to buy water and products?
    – Paradigling: can we find anyone there with whom we’ll be able to fly (professional- companion)? I mean: are there always on the peak? 🙂
    We’ll be grateful for any information and your experience! 🙂
    Peace!!!

    Like

    1. Hi, sorry for very late reply, I didn’t see comment coming from you.
      Transport : You can choose either car or motorcycle, bear in mind the road is bit sloppy. So, use local as the driver would be recommended.
      Product store : There are some warung (food stalls) to buy food & drinks.
      Paragliding : You can contact my guide (Imhe – Maleo Paralayang +6285396861027)

      Have fun!

      Like

Leave a comment